[Dua] Hidup yang sempurna

Apa yang dicari seorang laki-laki ketika semua kebutuhannya sudah terpenuhi?

Sejak kecil, saya tidak pernah merasakan susah.

Saya amat berterima kasih kepada kedua orang tua saya, yang telah bekerja keras mencukupi segala kebutuhan saya. Mulai dari tempat tinggal yang layak, makanan yang enak, sampai pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Saya mendapati masa kecil yang cukup menyenangkan. Meskipun ayah saya orang yang keras, beruntung saya tidak sampai mengalami sesuatu yang traumatis, dan bagi saya hidup berjalan baik sebagaimana mestinya. 

Ibu saya juga seorang guru, beliau selalu mendoakan dan mengusahakan yang terbaik demi segala kebutuhan anak-anaknya. Saya sangat bersyukur Ibu saya bisa mengimbangi watak keras Ayah saya, sehingga dinamika konflik dalam keluarga kerap bisa diselesaikan dengan baik. Dari empat bersaudara, kami semua pun mendapatkan pendidikan akademis yang baik.

Seperti yang sempat saya sampaikan di atas, saya cukup mengenal Islam karena sejak kecil sudah dibentuk dengan ajaran-ajaran Islam. Meskipun saya tidak sampai masuk pesantren dan menjadi seorang santri yang taat. Lulus dari SMA, saya mengambil pendidikan kuliah di salah satu kampus swasta di Jakarta. Saya mengambil D3 dengan jurusan Informasi Komputer, kemudian masuk ke dunia kerja. Di tahun 2008, sembari tetap bekerja, saya melanjutkan pendidikan S1 dengan jurusan Computer of Science—masih berkutat dengan komputer dan teknologi.

Alasan saya mengambil jurusan yang berhubungan komputer dan teknologi ketika itu karena keduanya adalah hal yang menyenangkan untuk dipelajari dan dijelajahi. Ketika banyak orang kebingungan menentukan jurusan yang ingin diambil, saya merasa senang dan mulus-mulus saja. Bahkan sampai detik ini, sekalipun saya sudah berpindah menjadi penulis dan bekerja di ranah product design, saya tidak pernah merasakan adanya penyesalan sudah mengambil kuliah di jurusan Computer of Science. Pemahaman dasar terkait komputer yang beririsan dengan teknologi, membuat saya merasa lebih mudah beradaptasi di era digitalisasi seperti sekarang.

Mencari kerja yang layak di bidang Informasi Teknologi ketika itu pun tidak begitu sulit. Saya merasa termasuk yang diberikan jalan keluar mudah oleh Tuhan. Satu tahun bekerja di kantor notaris, satu tahun di sebuah provider internet, kemudian dua tahun saya bekerja di sebuah perusahaan media online nomor 1 di Indonesia kala itu—Detikcom.

Saya menempati posisi sebagai seorang System Administrator. Dengan jam kerja yang cukup fleksibel. Saya bisa masuk kantor jam 9 pagi, tapi terkadang baru sampai kantor menjelang makan siang. Lalu pulang kantor bisa sehabis Isya, atau terkadang jam 12 malam ketika memang harus mengatasi masalah terkait sistem. 

Saya merasa Tuhan selalu bersama dengan saya. Tidak sia-sia saya sujud kepada-Nya setiap pagi, siang, dan malam. Saya telah diberikan hidup yang berkecukupan dengan jenjang karir yang bagus. 

Menjadi karyawan Detikcom membawa kepuasan tersendiri bagi saya–rasanya seperti sudah berhasil meraih sesuatu yang dapat menjamin masa depan. Saya mendapatkan benefit yang menarik. Ditambah pendapatan gaji yang lebih dari cukup, lingkungan kerja saya pun tergolong nyaman. Bicara masa kini, bahkan teman-teman saya sesama alumni Detikcom sempat mengakui, belum ada tempat bekerja yang senyaman Detikcom di masa kami dulu.

Dua tahun bekerja di Detikcom, saya merasa tercukupi.

Saat itu saya tepat berusia 25 tahun. 

Saya menyadari sedang berada di kondisi terbaik dalam hidup. Saya memiliki pekerjaan yang stabil dengan pendapatan yang lebih dari cukup. Saya juga memiliki tampang kece dengan fisik yang prima. Saya memiliki banyak teman laki-laki dan perempuan, bisa jalan dengan siapa saja yang saya mau. Saya memiliki cukup waktu. Mau traveling pun tinggal beli tiket, ambil cuti, “besoknya” tiba-tiba sudah mendarat di Ho Chi Min. 

Pada dasarnya, saya bisa melakukan apa pun yang saya suka.

Lagi-lagi, saya yakin, bahwa nikmat hidup yang saya rasakan ini pastilah karena Tuhan sangat sayang pada saya. Saya pikir, kalau Tuhan tidak sayang sama saya, hidup saya pasti sudah penuh dengan kesusahan dan penderitaan. Benar, kan? Dan, yang namanya “Tuhan” pasti tidak akan membiarkan hamba-Nya kesusahan, setuju tidak? 

Bicara keseharian, setiap hari saya sibuk memikirkan pekerjaan. Sibuk mencari uang. Sibuk belajar hal baru untuk karir saya, supaya jenjang karir saya bisa cepat naik, supaya nanti saya bisa bekerja di tempat yang lebih baik lagi dengan gaji yang lebih besar lagi. Ketika liburan tiba, biasanya saya habiskan waktu dengan nongkrong atau jalan keluar bersama pacar atau teman-teman. Jalan keluar negeri kalau memang jatah cuti tersedia.

Maka sebagai Muslim, pola pikir yang tertanam dalam pikiran saya kala itu adalah: 

Saya hidup untuk mencari uang, belajar untuk mencari uang, mencari pacar dan hepi-hepi, melanjutkan ke jenjang pernikahan, kemudian mulai mencicil rumah dan beli kendaraan, memiliki dua sampai tiga orang anak, sedekah semampunya, pertahankan salat dan puasa Ramadan, pergi haji, sampai akhirnya menyambut usia tua lalu meninggal dengan harapan masuk Surga. 

Sungguh hidup yang sempurna, pikir saya. Mudah dan praktis. Semua sudah terjamin.

Sampai kemudian keinginan untuk menjadi penulis muncul di benak saya. 

Ya. Tiba-tiba saya merasa ingin menjelajahi hal baru yang lebih menantang, dan menjadi penulis mungkin bisa menjadi salah satu kegiatan baru yang bisa dicoba.

Ide menjadi penulis datang ketika saya sedang membaca novel fantasi Harry Potter yang ketika itu sedang dibicarakan banyak orang di berbagai negeri. Saya terkagum-kagum dengan cara J.K. Rowling menuliskan kisah Harry dan kawan-kawannya. Saya jadi terseret dan muncul-lah khayalan liar yang menurut saya menarik untuk dituliskan menjadi sebuah novel fantasi.

Dari situ, saya mulai belajar menulis. Di sela waktu senggang, saya mulai membaca tentang kepenulisan. Seiring berjalannya waktu, saya juga menemukan satu kendala yang cukup mengganggu, kendala itu adalah kurangnya waktu untuk menulis. Karena saya merasa sebagian besar waktu saya sudah tersita oleh kerjaan di kantor.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *